Resensi Buku : Sejarah Demi Masa Kini
Oleh: Drs. Agus Iswanto
- Judul Resensi: “Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan Sejarah”.
- Identitas Buku.
a. Judul Buku : “Sejarah Demi Masa Kini”.
b. Pengarang : Prof. Dr. Nugroho Notosusanto.
c. Penerbit : Universitas Indonesia Press.
d. Kota Penerbitan : Jakarta.
e. Tahun Penerbitan : 1979.
3. Pendahuluan.
“Sejarah adalah suatu disiplin yang dipelajari secara luas di kalangan bangsa-bangsa dan ras-ras. Ia banyak dicari dengan penuh keinginan. Orang biasa berdaya upaya untuk mengetahuinya. Raja-raja dan pemimpin-pemimpin berlomba-lomba untuk memperolehnya …” (Ibu Khaldum, Al-Muqaddimah,1377).
4. Isi Resensi.
Istilah “sejarah” mengacu pada dua hal, yakni pertama sejarah sebagai res gestoe, sebagai peristiwa-peristiwa yang benar-benar telah terjadi, dan kedua, sebagai rerum gestarum, yakni kisah daripada peristiwa-peristiwa.
Sejarah sebagai suatu kemajuan yang akan membawa masyarakat dan bangsanya kepada kemuliaan yang lebih tinggi. Salah satu guna sejarah adalah “Just for pleasure” untuk mendapatkan kesenangan belaka. Kesenangan yang diberikan sejarah adalah:
a. Estetis yang bentuk dan susunannya yang serasi, dan bahkan indah.
b. Pesona perlawatan yang dipancarkan oleh kisah sejarah kepada kita.
c. Inspiratif yang sifat pengaruhnya mengilhami dan diungkapkan secara visual dan plastis berupa lukisan-lukisan maupun patung-patung.
d. Instruktif dalam rangka pengajaran yang salah satu kejuruan atau ketrampilan seperti navigasi, teknologi senjata, jurnalistik, taktik militer dan lain sebagainya. Instruktif mempunyai peranan membantu kegiatan menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan (instruksi).
e. Edukatif, bahwa hasil yang diharapkan daripada pelajaran-pelajaran sejarah adalah wisdow yaitu kearifan atau kebijaksanaan.
Hakekat “pelajaran-pelajaran sejarah”, bahwa peristiwa-peristiwa atau rangkaian peristiwa yang terjadi pada masa lampau dapat terjadi lagi pada masa kini dan masa depan. Sejarah berulang merupakan anggota sesuatu jenis umum peristiwa, namun bukan merupakan suatu unikum atau sesuatu yang unik.
Semua sejarawan menggunakan generalisasi di dalam penulisannya, tetapi tingkatan penggunaannya tidak sama atau ada semacam spektrum sebagai berikut:
- Madzab Unik yang membuat generalisasi jika tidak menyadarinya, tetapi sejauh mereka menyadari, berusaha untuk meniadakan generalisasi.
2. Madzab Generalisasi yang terbatas dengan Ketat (Strictly Limited Generalization) yang terdiri atas sejarawan Narratif Deskritif, semata-mata hanya melukiskan peristiwa-peristiwa sejarah dan secara saksama menghindarkan diri dari pernyataan pendapat mengenai antar hubungan atau interrelasi antara peristiwa-peristiwa yang dilukiskan, maupun mengenai taraf pentingnya pelbagai peristiwa itu dibandingkan satu sama lain.
3. Madzab Interpretatif yang berusaha menemukan “benang merah” atau trend di dalam sejarah yang akan memungkinkan membuat sintesa daripada peristiwa-peristiwa sejarah yang saling hubungan.
4. Madzab Komparatif yang terdiri atas sejarawan yang mencari episode-episode ataupun keteraturan (regularities) yang sejajar atau analog, meskipun tidak pasti harus berhubungan kausal.
5. Madzab Nomothetis yang terdiri atas sejarawan yang dengan sengaja berusaha menegaskan atau memperoleh kembali generalisasi-generalisasi yang terbukti kebenarannya untuk kondisi-kondisi masa lampau, yang mungkin akan terbukti pula kebenarannya pada masa depan dengan kondisi-kondisi yang sama, dan karenanya ada nilai untuk meramalnya atau untuk mengendalikan peristiwa-peristiwa yang akan datang.
Penulisan sejarah tidak bersifat tunggal, melainkan pluralisme di dalam karya sejarawan. Sejarawan terdiri atas dua, yakni sejarawan deskriptif dan sejarawan teoretis. Madzab nomor 3, 4, dan 5 termasuk sejarawan teoretis yang dengan jelas dan sadar memakai generalisasi di dalam studi dan penulisannya.
Dari sejarawan teoretis penulisan sejarah yang dapat mempunyai guna edukatif dan memberi pelajaran-pelajaran dari masa lampau kepada masa kini untuk selanjutnya berusaha menyoroti masa depan yang gelap. Sejarawan teoretis meminjam generalisasi yang sudah jadi, yang sudah ready made yang berasal dari mana-mana, dari ilmu-ilmu sosial, disiplin humaniora, dan ilmu-ilmu alam. Hubungan antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial adalah hubungan yang saling membutuhkan dan tetap mempertahankan kepribadiannya masing–masing yang berkaitan dengan peminjaman konsep-konsep atau teori-teori untuk analisa sejarah dan penulisan sejarah.
Pokok studi sejarawan adalah masa lampau manusia. Manusia secara individu dan kolektif adalah kompleks. Untuk mempelajari manusia dalam kompleksitas yang cukup, memerlukan konsep dan teori ilmu sosial. Manusia hanya dapat dipelajari sebagai suatu entitas analitis melalui suatu kerangka konseptual. Sekali suatu pengetahuan mengenai perilaku manusia diperoleh, semua aspek lain historiografi akan menggelincir masuk ke lingkungan masing-masing yang cocok. Sejarah merupakan disiplin sendiri, tetapi perlu diperkaya dengan jalan meminjam dari disiplin-disiplin lain untuk tujuannya sendiri.
Wawasan Sejarah dapat menyebabkan “trend” atau “proses” sejarah, dimana peristiwa yang satu menyebabkan peristiwa yang lain secara sedikit banyak logis. Berfikir secara itu sangat penting untuk mengerti bagaimana masa kini yang sesungguhnya adalah masa lampau yang dapat dilihat secara langsung, berkembang dari masa lampau yang lebih jauh.
Dichotomi “yang unik atau khas” dan “yang berulang atau umum” juga merupakan suatu pendekatan yang berbeda akan tetapi saling mengisi, yakni pendekatan historis reflektif dan pendekatan historis komparatif. Pendekatan historis reflektif yang berusaha untuk melihat pengalaman, hal ihwal atau situasi sekarang sebagai suatu titik dalam kontinuitas sejarah yang membentang dari masa lampau melalui masa kini dan terus menjurus ke masa depan. Pendekatan historis komparatifberusaha membandingkan pengalaman atau hal ihwal Bangsa Indonesia selama jangka waktu tertentu dengan bangsa-bangsa lain yang sebanding.
Tujuan pembangunan nasional ditinjau dengan pendekatan historis komparatif adalah untuk membebaskan dari keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan. Pokok-pokoknya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat yang menitikberatkan pembangunan ekonomi dimulai dari sektor agraris dan sebagainya. Kemudian ditinjau secara historis reflektif, bahwa pembangunan nasional juga mempunyai tugas memperbaiki kerusakan-kerusakan akibat Perang Kemerdekaan selama empat tahun lamanya dan juga selama paling sedikit 15 tahun mengatasi masalah keamanan dalam negeri.
5. Penutup.
Sejarah Bangsa Indonesia bukan demi masa lampau, melainkan demi masa kini, demi pengertian mengenai masa kini. Pengertian mengenai masa kini dituntut dari semua warga negara, terutama yang menduduki posisi pimpinan. Wawasan sejarah juga dituntut dari semua warga negara, terutama yang menduduki posisi pimpinan.