Resensi Buku : Jenderal Dari Pesantren Legok 80 Tahun Achmad Tirtosudiro
Oleh: Suhadi
1. Identitas Buku.
a. Judul buku : Jenderal dari Pesantren Legok
b. Penulis : Rayani Sriwidodo
c. Penerbit : Dunia Pustaka Jaya
d. Tebal halaman : 599 Halaman
e. ISBN : 979-419-293-7
2. Resensi Buku.
Buku berjudul: “Jenderal dari Pesantren Legok. 80 Tahun Achmad Tirtosudiro”, karya Rayani Widodo ini merupakan biografi yang berisi 100% berisi riwayat hidup fisik dan visi beliau pribadi Bapak Letnan Jenderal TNI (Purn.) Achmad Tirtosudiro. Beliau lahir di Plered, Kecamatan Purwakarta, Jawa Barat pada tanggal 9 April 1922. Terlahir seorang ibu yang kental dengan lingkungan pesantren, Kakeknya H. Thoha merupakan seorang pimpinan pondok pesantren di Legok dan ayahnya merupakan pegawai menengah (ambtenar) yakni Kepala Stasiun Djawatan Kereta Api (DKA) di Ardjawinangun, Tjirebon tahun 1922-1928. Achmad Tirtosudiro meninggal dunia tanggal 9 Maret 2011 pada usia 88 tahun.
Nama lahir beliau Mohammad Irsyad dengan panggilan Mamit, bermula menempuh pendidikan di HIS (Holand Inlandse School) Cirebon. Bertepatan dengan tahun Sumpah Pemuda (1928) namanya berubah menjadi Ahmad Tirtosudiro. Selama di HIS, Achmad tidak menetap di satu sekolah, karena ayahnya seringkali dipindahtugaskan. Pertama pindah ke HIS di Cimahi, ketika ayahnya bertugas di Plered Purwakarta. Kemudian pindah ke HIS Arjuna di Bandung dan HIS Arjuna di Bogor sampai menamatkannya tahun 1936. Achmad dikenal sebagai anak yang cerdas, cepat menghitung di luar kepala dan lebih cepat dari guru-gurunya, sehingga dijanjikan diajak ke negeri Belanda oleh Tuan Bruins, kepala sekolahnya. Tahun 1936 sampai 1939 Achmad bersekolah di MULO Bogor. Di MULO Achmad mengambil pelajaran fakultatif Bahasa Perancis dan Jerman, sedangkan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan Bahasa Inggris pelajaran wajib. Kemudian Achmad melanjut ke Algemeen Midelbare School (AMS) di Yogyakarta dan bertempat tinggal di internaat (asrama) Budi Utomo.
Pada masa Pendudukan Jepang Achmad Tirtosudiro mengikuti latihan dasar militer di Chuo Seinen Kurensho. Pada tahun 1947 sampai 1948 sempat mengikuti pendidikan di UGM jurusan hukum, namun tidak sampai selesai. Berbekal kuliah yang diikuti, Achmad sempat menduduki kursi Hakim Perwira untuk mengadili para prajurit pada tahun 1952.
Seiring berjalannya waktu, Achmad terus dan tetap berpijak pada warisan ayahnya, yakni berdisiplin, tepat waktu dan bekerja maksimal serta nasihat kakeknya, yakni ke mana pun pergi jangan melupakan iman dan Islam. Semua nasihat itu mengantarkan beliau memulai meniti karirnya menjadi seorang karyawan kereta api. Kemudian bergelut dalam berbagai jabatan organisasi kepemudaan yaitu Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mhasiswa Islam (PB HMI) tahun 1948, Ketua Umum Perhimpunan Pemuda Mahasiswa Indonesia (PPMI) Tahun 1948.
Karirnya sebagai seorang anggota militer (TNI) sampai menjadi pangkat Jenderal dengan mengemban jabatan sebagai Kepala BULOG 10-05-1966 Jakarta MBAD, Sekretaris Sektor Penyediaan dan Penyaluran Pangan 15-02-1968 Jakarta MBAD, Caretaker (Di-Rut) PT. PP Berdikari 03-12-1971 HANKAM, Duta Besar RI di BONN 1973 – 1976, Dirjen Pariwisata 1977 – 1982, Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi, Rep. Arab. Yaman dan Oman 1982 – 1985, Rektor Universitas Islam Bandung (UNISBA) 1986 – 1996, Ketua Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Islam Swasta Indonesia (BKS-PTIS) 1988 – 1996, Ketua Umum Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islamic Swasta Indonesia (BKSPTIS) 1988 – 1996, Anggota MPR RI Utusan Golongan 1997 – 1998, Ketua Dewan Pembina Rumah Sakit Al-Islam BKSWI Jawa Barat, Ketua Dewan Penasehat Yayasan Wakaf Paramadina, Ketua Dewan Penasehat Majelis Nasional KAHMI, Wakil Ketua IIFTIHAR (The International Islamic Forum For Science I Technology and Human Resources Development) mewakili Republik Indonesia dan Pj. Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Periode 1997 – 2000 dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung RI (DPA-RI) periode 1999 – 2003. Beliau pun juga berperan dalam mengantarkan Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie menjadi Presiden Republik Indonesia.
Sesuatu hal yang beliau pegang hingga dianugerahkan puncak karir yang cemerlang adalah apa pun pangkatnya di kemiliteran, dirinya mengaku tetap menjadi seorang prajurit dalam setiap gerak-geriknya di bawah pengawasan Yang Maha Kuasa. Sebagai hamba Allah, dan seharusnya bagi muslim dimanapun, Allah mengamati gerak-gerik kita dalam kehidupan. Maka barang siapapun melakukan kejahatan seberat zarrah pun, Allah SWT akan melihatnya. Oleh karena itu, buku “Jenderal Dari Pesantren Legok” ini menjadi penting untuk dibaca sebagai pengingat bahwa dengan selalu berdisiplin, tepat waktu dan bekerja maksimal yang dilandasi keimanan dan ketakwaan adalah kunci kesuksesan dan apapun jabatan yang diraih, merupakan karunia dari Tuhan dan setiap gerak-gerik yang dilakukan dibawah pengawasan Yang Maha Kuasa