Resensi Buku : Jenderal Oerip Soemohardjo

Oleh: Mangun

  1. Identitas Buku.

a. Judul Buku                        : Jenderal Oerip Soemohardjo.

b. Pengarang                         : Drs. Amrin Imran.

c. Penerbit                              : Depdikbud RI.

d. Kota Penerbitan                : Jakarta.

e. Tahun Penerbitan             : 1980.

f. Ketebalan                           : 91 halaman

2. Isi Resensi.

Buku ini merupakan biografi  Jenderal Oerip Soemohardjo sejak beliau dilahirkan sampai dengan meninggal dunia.  Oerip dilahirkan pada tanggal 22 Februari 1893 di Desa Sindurjan, Purworejo, Jawa Tengah. Saat dilahirkan diberi nama Muhammad Sidik, tetapi kemudian namanya diganti menjadi Oerip. Ayahnya seorang kepala SD, sedangkan ibunya putri Bupati Trenggaek. Setelah lulus SD, beliau dimasukkan sekolah OSVIA (Opleiding School Voor Indlandsche Ambtenaren: sekolah calon pangreh praja bagi orang pribumi) di Magelang, akan tetapi Oerip tidak tertarik menjadi pamong praja, panggilan hatinya lebih cocok untuk menjadi tentara. Tanpa sepengetahuan orang tuanya, beliau mendaftarkan diri di sekolah Akademi Militer di Jatinegara (Jakarta). Setelah dilantik dengan pangkat Letnan Dua (Letda) sebagai perwira KNIL (Koninklijk Nederlands-Indische Leger)  tahun 1914, mendapat  tugas pertama di Jatinegara. kemudian Kalimatan Selatan dan Timur, Magelang, Padang Panjang, dan terakhir di Purworejo. Sebagai prajurit KNIL dia berkelakuan baik, disiplin, bertanggung jawab, serta menjalin hubungan baik dengan bawahan dan masyarakat sekitarnya. Saat bertugas di Purworejo, Oerip berselisih paham dengan Bupati Purworejo dan memutuskan keluar dari dinas militer Belanda dengan pangkat mayor.

Pada jaman pendudukan Jepang, Oerip  ditahan selama 3,5 bulan di Cimahi beserta tentara KNIL lainnya. Setelah dibebaskan, beliau pindah ke Yogyakarta berkebun bunga anggrek. Disini  sering dikunjungi para pemuda, seperti Sunarmo dan Nasution untuk bertukar pikiran tentang kondisi rakyat dan situasi politik saat itu. Sebagaimana diketahui bahwa setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, negara belum memiliki tentara, dalam kondisi belum menentu tersebut muncul laskar-laskar perjuangan dan badan-badan perjuangan untuk ikut  mempertahankan kemerdekaan. Menurut Oerip “Aneh, sebuah negara zonder tentara“. Untuk menghadapi segala ancaman yang dapat  merongrong kemerdekaan dan kedaulatan negara, pada tanggal 23 Agustus 1945 dibentuk  Badan Keamanan Rakyat (BKR). Tanggal 5 Oktober 1945 BKR kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dalam sidang kabinet, Oerip diberi mandat untuk menyusun organisasi tentara yang dibantu Suryadi Suryadarma dan TB.Simatupang. Struktur organisasi Markas Tertinggi TKR (MTTKR) terdiri dari Markas Besar Umum (MBU) dan Jawatan-jawatan. Sebagai kepala MTTKR ditunjuk Supriyadi, sedangkan Oerip sebagai kepala MBU. Pada tanggal 20 Oktober 1945 Oerip diangkat sebagai Kepala Staf TKR dengan pangkat Letnan Jenderal. Untuk mengkonsolidasikan divisi yang sudah ada, Letjen Oerip kemudian membentuk 3 (tiga) Komandemen. Komandemen Jawa Barat dipimpin Mayjen Didi Kartasasmita, Jawa Tengah oleh Mayjen Suratmin, dan Jawa Timur dipmpin oleh Mayjen Suharjo Harjowardoyo.  Oerip dikenal sebagai pemimpin yang tidak banyak bicara, tetapi lebih banyak berpikir untuk  kemajuan tentara. Kebijakannya, antara lain penyeragaman baju seragam anggota TKR, penetapan tanda pangkat, loyalitas pada komando atas secara hierarki, dan anggota TKR tidak boleh dipakai untuk kepentingan golongan tertentu serta tidak merugikan rakyat.

Pada tanggal 10 Desember 1945 Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar (Pangsar) dengan pangkat Jenderal, dan Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) dengan pangkat Letnan Jenderal. Keduanya saling melengkapi dan berhasil menghilangkan perbedaan dikalangan prajurit yang berasal dari KNIL dan PETA. Selanjutnya pada tanggal 26 Januari 1946 TKR diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

Pada bagian akhir buku ini dibahas tentang kekecewaan Oerip terhadap pemerintah dan Menteri Pertahanan. Kekecewaan Oerip timbul  sejak Menhan Amir Syarifuddin membentuk Staf Pendidikan Politik Tentara (Pepolit). Kenyataannya Pepolit dijadikan tempat indoktrinasi dan penyebaran ajaran komunis dikalangan tentara. Akhirnya pada tanggal 3 Juni 1947 keluar Penetapan Presiden(Penpres) tentang perubahan TRI menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam Penpres ini TNI terdiri dari prajurit TRI dan laskar-laskar pejuang. Untuk menghasilkan tentara yang profesional, Oerip memerintahkan pembentukan Akademi Militer (Akmil) di Yogyakarta. Kekecewaan Oerip yang lain adalah sikap pemerintah yang lebih mengutamakan perjuangan diplomasi dibanding perjuangan bersenjata. Hal itu seolah-olah pemerintah tidak mengakui kemampuan angkatan perangnya sendiri. Perjanjian Renville sangat merugikan TNI dan terjadi hijrah pasukan TNI dari kantong-kantong pertahanan ke dalam wilayah RI yang sudah semakin sempit dikepung Belanda.

Hal itu menyebabkan Letjen Oerip memutuskan berhenti dari dinas militer.  Adanya Reorganiasi dan Rasionalisasi (Rera) angkatan perang menyebabkan Menhan memiliki wewenang sangat besar dibanding Pangsar.  Letjen Oerip tidak lagi menjabat sebagai KSAP,  kemudian ditunjuk sebagai penasehat militer sampai beliau meninggal pada tanggal 17 November 1947 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta. Pada tahun 1964 beliau diangkat sebagai pahlawan nasional.

3. Kelebihan Buku.

Buku biografi ini cukup menarik dibaca untuk mengetahui riwayat hidup dan perjuangan Jenderal Oerip Soemohardjo  sebagai seorang organisator TNI. Bahasanya mudah dipahami dan didukung oleh sumber-sumber tertulis dan lisan (wawancara dengan tokoh sejaman).

4. Kekurangan Buku.

Pemakaian kata untuk menguraikan suatu bab  kadang berlebihan dan gaya bahasanya monoton, sehingga pembaca cepat jenuh. Disamping itu, tidak ada foto dan lampiran untuk memperkuat peristiwa  yang diceriterakan.

Pusjarah TNI

Jl. Gatot Subroto Kav. 16

Leave a Reply

Your email address will not be published.